Blogger templates

Pages

Rabu, 14 September 2011

*******

Aku berlari mengarungi lautan pasir yang terhampar luas dipinggir pantai. Sore ini, adalah sore yang indah seperti biasanya. Semilir sejuk angin pantai sore membelai wajahku, membuatku terbuai untuk tidur, ditambah dengan suasana khas pantai yang mendamaikan hati. Dan akupun tenggelam dalam syahdu...
“Hei, molor terus ! Makan dulu nih, ikan bakarnya sudah siap !” sahut seorang gadis tiba-tiba.
“Aaahh...ganggu orang lagi asik aja.”
“Dasar tukang tidur!!!”
Namanya Mayang, usianya hanya selisih setahun denganku. Tak banyak yang kuketahui tentangnya, yang kutahu dia adalah seorang sahabat yang telah mengajariku arti cinta kasih, arti sebuah pengorbanan dan kehidupan. Mungkin dialah satu-satunya orang yang benar-benar mengerti aku.
***
Diatas sebuah gedung kosong, aku duduk termenung sendirian menatap birunya langit yang sangat buram bagiku. Pikiranku melayang pada kejadian beberapa minggu yang lalu, ketika eksistensimu dipertanyakan. Disini, ditempat ini kita terakhir kali bertemu...
***
“Jadi, katakanlah padaku.” Ungkap mayang tanpa basa basi
“Kau tahu kan ? Kita sudah lama hidup bersama, tapi kau tidak pernah menceritakan sedikitpun mengenai latar belakangmu.”  Jawabku terburu-buru
“Akan datang waktunya nanti. Jadi, bersabarlah.”
“Nanti ? Nanti kapan? Dari dulu jawabanmu selalu sama, tidak mengertikah kau bagaimana rasanya menjalin hubungan yang sangat dekat dengan seseorang yang tidak kau ketahui asal usulnya ? Kau ini memang benar benar.....”
“Ssssttss...” sahut Mayang tiba tiba

Kami berdua lama terdiam dan saling manatap. Lama sekali. Tidak ada suara lain di sana kecuali hembusan lembut angin. Mayang tersenyum dan berdiri dari tempat duduknya disampingku. Tanpa kata-kata, dia mengutarakan semuanya. Semua yang ingin kuketahui darinya.

“Mau kemana kau ?” tanyaku padanya
“Cuma mau menikmati hembusan angin diujung sana.” Jawabnya sambil tersenyum. Senyum termanis yang pernah kulihat darinya.

Kami kembali larut dalam diam. Inilah momen yang paling kusukai dari hubungan kami, saling terdiam, tanpa suara, tanpa kata kata. Tanpa kata-kata, kami saling mengerti satu sama lain. Tanpa kata-kata, kami saling meminta maaf. Tanpa kata-kata, kami bersenda gurau. Tanpa sepatah katapun, pikiran kami menjadi satu.

“Dalam diam aku tersadar, dalam diam aku tahu, bahwa jiwa lemah ini butuh bersandar.” Kata Mayang sambil menyandarkan kepalanya dibahuku.
Laksana diamnya karang, inilah kesendirian yang panjang, melampaui segala rasa, semenjak kau memilih jalan yang berbeda, kebekuan yang kini kurasa, hanya kamu yang bisa meluluhkannya, andai kau tahu sebanyak apa aku merindukanmu ?”balasku sambil menatapnya lembut.
“Sebanyak apakah itu ?”
“Sebanyak gerimis yang turun dari langit. Andai kau ada disini, letakkan tanganmu di dadaku hitunglah detaknya, sebanyak itulah namamu selalu kugaungkan.
“Siapa itu mas?” sahut seorang gadis lain tiba tiba. Akupun berbalik dan melihat Annisa, teman akrabku sejak SMP melongo melihatku.
 “Mayang, sahabatku... ini.” Aku menunjuk tempat dimana Mayang berdiri tadi, yang sekarang tinggal sebuah dinding kosong.
“Mayang?” tanyaku melihat-lihat sekeliling. Mayang tidak ada di atap gedung itu. Kemana dia pergi?
“Tidak ada siapapun disini kecuali kita berdua mas. Ayo, turunlah ke bawah. Ayahmu punya seseorang yang mau bertemu denganmu.” sahut Annisa dengan nada cemas.
“Tidak. Aku mau berada disini. Tinggalkan aku sendirian, Ann!”
Perlahan-lahan, Annisa mundur dan turun ke lantai bawah.
***
Aku berbaring tak fokus. Tubuhku belum bergerak seharian. Pandanganku kosong, sehampa jiwaku yang telah terkikis dari harapan. Pikiranku dipenuhi dengan kata-kata tak berarti. Tapi semuanya adalah miliknya. Tidak ada lagi suara gadis itu.

Annisa duduk memandangku dengan penuh ketakutan. Dia berbicara padaku tentang banyak hal, yang semuanya tidak masuk ke kepalaku sama sekali. Annisa sadar akan betapa tidak responsif temannnya ini. Sejak peristiwa “Hilangnya Mayang”, aku terus berpikir, memikirkan apa yang sebenarnya tak bisa kupikirkan.

“Sudahlah mas, sampai kapan kau mau begini terus ? Mau sampai kapan mas memikirkan teman khayalan mas itu ? Toh, dia Cuma khayalan mas belaka” sahut Annisa memecah keheningan.
Annisa benar sampai dunia kiamatpun aku terus diam dan memikirkan peristiwa itu, dia gak akan pernah kembali. Dan...teman khayalan...??? Tak pernah sedikitpun terbersit dalam pikiranku bahwa Mayang adalah khayalanku sendiri. Bagiku dia sangat nyata, bukan, dia nyata. Setidaknya dia sudah memperoleh tempat spesial dihatiku.
***
Sore itu sore yang indah seperti biasanya. Aku dan Annisa pergi berdua ke pantai tempat biasanya kami berlibur berdua. Sambil berbaring menikmati indahnya sore dan hembusan angin yang sejuk, aku merenung. Tiba tiba pikiranku melayang jauh, mengingat lagi kenanganku bersama mayang dan membayangkan diriku sendiri sedang ngobrol seru dengan mayang yang sebenarnya tidak ada itu. Aku jadi tertawa – tawa sendiri membayangkan diriku berbicara sendiri layaknya orang gila.
“Kenapa tertawa sendiri mas ? Kayak orang gila aja.” Sahut Annisa melihat keanehanku.
“Aah, tidak apa.”
Tiba tiba handphone-ku menjerit, membuat kami berdua kaget. Apalagi setelah membaca isi pesan yang baru saja aku terima itu.

“Mas, maafin aku ya. Kemunculanku (lagi-lagi) merepotkanmu saja. Terima kasih atas semuanya ya mas. Mungkin aku memang tidak ada, tapi setidaknya aku sudah memiliki tempat dihati seseorang yang tepat dan selalu menganggapku ada.” MAYANG
Sender: +628816005738
Received:
16:37:12
06-09-2011



1 komentar:

Anonim mengatakan...

om ada peer nih di kerjain ya?? :)


check di blog ku ya :)

Posting Komentar