Blogger templates

Pages

Sabtu, 07 April 2012

Tercinta


Teman, apa itu teman?  Teman itu segalanya. Dan keluarga? Aku masih tidak begitu mengerti mana yang penting antara keluarga dan teman. Penting ?? Ya semua itu penting. Kadang kita bingung sendiri menentukan mana yang lebih penting, padahal semuanya penting. Jadi menurutmu yang penting adalah.....?? Ada teman yang banyak teman namun tidak beruntung dalam keluarga. Ada teman yang sukses berkeluarga namun tidak berteman. Bahkan ada yang tidak sukses keduanya. Tidak usah kau perdulikan mereka yamg berteman yang berkeluarga. Yang blaa blaa blaa. Urus dirimu sendiri dan pikirkan saja tentang aku dan kamu. Aku dan kamu? Kita juga berteman bukan? Juga berkeluarga? . jadi kita penting ? Ahh...sudahlah akhiri saja perbincangan bodoh ini. Aku dan kamu, aku dan aku, bahkan aku sendiri tidak tahu siapa kamu?. Siapa kamu ? iyaa siapa kamu ?! aku juga tak mengenalmu.
Malam ini, aku kembali duduk disampingmu. Melihatmu tersenyum, senyum yang tak tahu dari siapa dan untuk siapa itu. Duduk disampingmu adalah kenikmatan tersendiri bagiku.. apalagi melihatmu tersenyum.. dunia seakan surga. Hanya senyummu yang mampu begitu. Senyum itu, senyum untuk teman atau...? entahlah yang kutahu pasti, aku jatuh cinta pada senyuman itu.
“Jangan ngeliatin gitu deh, aneh tau” kata itu yangselalu muncul dari bibirmu.
Kata yang semakin membuatku yakin kamu temanku. Namun...? semakin aku pikirkan semakin aku hilang dalam jawaban yamg tak pernah pasti dan membuatku hancur di dalamnya. “apa maumu ?” Terlalu lama dalam ketidakpastian ini semakin membuatku jatuh, jatuh dalam lembah dalam yang bernama cinta.Benarkah ini cinta? Entahlah. Cinta .. apa itu cinta ?
“Kau tahu apa itu cinta ?” tanyaku malam itu padamu.
Kau terdiam lama, menatapku, tersenyum kembali, lalu pergi. Pergi dan meninggalkan aku dengan cinta cintaan ini. Seringkali aku menganggapmu jahat, tapi disisi lain aku menikmati ini semua. Semua siksaan cinta ini.. ahh cinta lagi.. cinta melulu .. lelah aku. Aku tertunduk dan terdiam. Padahal aku tahu pasti kamu itu adik kandungku, keluargaku.
Jadi ini rasanya mencintaimu adikku sayang. Ini menyiksa namun aku tetap terlena dengan ini. Siapapun kamu, kamu itu adikku, temanku, dan juga cintaku. Bolehkah kau kupanggil cintaku. Cinta cinta cinta....Cinta teman, cinta adik, cinta seorang kekasih. Entah itu menghasilkan formula cinta seperti apa. Tak ada satupun teori yang dapat mendasarinya. Namun ini kebenaran yang kurasakan. Apa yang benar dan apa yang salah dari cinta ? Yang salah adalah aku mencintai adik kandungku sendiri. Bukannya mencintai keluarga itu dibenarkan. Kenapa aku harus merasa salah. Mengapa aku menyalahkan yang benar dan membenarkan yang salah. Semua salah semua benar.

Bayang


Setiap aku bertemu denganmu, aku menabung rindu. Aku kaya akan rindu. Rindu pada dirimu yang selalu merindu. Bayangkan jika aku tak bertemu denganmu. Seperti motor kehabisan bensin, mati...ya aku mati. Kau bagaikan nafas..yahh Nafas yang kuhela setiap saat.

Nafas...
"Nafasmu memberiku gairah baru" begitu katamu padaku.

Mengerti maksudku kan..kau harus selalu ada..agar aku tetap hidup. Tapi lihatlah dirimu, kau terbaring diranjang mewah disamping "lelaki resmi"mu, sedang aku terbang tak tentu kemana kaki melangkah. Setiap ku melangkah..selalu ada bayangmu. Bayangmu yang membuatku teduh kala itu, kala kepolosan menyerang tubuhku. Dan hanya aku yg bisa menikmati setiap detailnya. Dalam bayang, segera pikirku melayang ke peristiwa itu, peristiwa yang membuatku kehabisan bensin. Entah dimana letak indahnya..namun aku merasakan sesuatu.

“Aku selalu membayangkan saat kita mati nanti, kita menjadi sepasang bayang” katamu padaku saat bayang tubuhmu menyatu dengan bayang tubuhku. Saat kita mati nanti.. Kita kita.. Itu yang sekarang ada dipikiranku.. Sendiri kini aku mati.
“Tapi kita gak tau siapa dulu yg menjadi bayang”
“Bayang.. Apakah aku ada di bayangmu sekarang ?”
“Lihatlah, bayangan kita menyatu layaknya tubuh kita...”
“Memang begitulah bayangan..menyatu dan mengikuti setiap kita melangkah”
“Kau tak mengerti…” Aku diam, kaupun diam, sunyi, hanya suara desah dan kecup yang terdengar. Kita bercumbu dalam asa.

Sudah 2 jam lewat tengah malam, bayangmu semakin gelap lalu perlahan lenyap. Kini tinggal aku sendiri..menumpahkan segalanya dalam diamku..tapi tidak dengan hatiku yang berteriak begitu kencangnya memanggil namamu. Nama yang kukenal, nama yang bangkitkan gairahku, nama yang hanya aku tahu bagaimana mencintaimu dalam diam dan sepiku.

Aku terus berjalan, menembus gelap bayangnya malam. Berharap menemukan bayangmu yg hilang. Namun tak sedikitpun bayangmu kutemukan..sudah ribuan kali ku ulangi berjalan di jejak sama. Yang kutemukan hanya kehampaan yang tak berujung. Dan akhirnya aku sampai di peraduan terakhir kita dahulu. Masih terdengar jelas alunan desah nafas dan kecup mesramu. Namun tetap tak kutemukan bayangmu. Kusadari aku sangat membenci waktu.. Yahh waktu yang mengiringi kepergianmu dari sisiku. Waktu. Haruskah aku menyalahkan waktu? Mengapa aku tidak menyalahkan ia yang berkhiana dan berubah laknat? Memang harusnya aku menyalahkan ia yang berkhianat dan berubah laknat.. Namun mengapa semakin aku menyalahkannya, memakinya..semakin aku merasa bersalah ..jatuh kedalam penyesalan yang terdalam. Sudah cukup ..Tak sanggup lagi aku berkata kata.. Berkata.. Yang ada aku hanya diam.. tak sedikitpun aku bersuara. Aku paham betul sunyi sepi ini..ya sepi yang mengiringiku menikamati kesedihan ini.

"Aku memilih bersamanya, karena aku tahu hidup akan menjadi lebih mudah dan gampang ketimbang aku bersamamu"
Itu yg kau katakan padaku di peraduan ini, saat bayang kita menyatu untuk terakhir kali.
"Kita sudahi saja hubungan ini. Jangan hubungi aku"  Lalu kau menciumku. Lama. Ya ciuman yang menyayat.. Rasa khas bibirmu seperti bau anyir darah yang kau tempelkan dbibirku. Sadis. Penuh luka.

Barangkali, akan menjadi mudah bila saat itu diakhiri dengan pertengkaran khas sinetron. Misal: kau tampar aku sebelum pergi, memaki makiku. Bukan sebuah ciuman yang tak mungkin kulupakan. Tapi tetap saja itu kau..sosok yang selalu kurindukan disetiap waktu..nama yang kuingat sepanjang sisa umurku..hangat yang menenangkanku.

Sudah 3 jam lewat tengah malam
Dan aku masih terus mencari dan menunggu bayangmu hadir dan kembali menyatu dg bayangku. Sudah malam, waktu sudah tenggelam dalam bayang.
Aku tahu hal itu sia sia..bayangmu tak akan hadir.  Jika orang itu pintar . Dia tak akan lakukan seperti apa yng kulakukan. Mungkin memang hanya aku . Pebodoh yang selalu merindukanmu.
Sudah tidak ada lagi bayangmu dalam malam. Setiap bayang pada akhirnya akan lenyap juga bukan? Inilah terakhir kali aku mencari bayangmu. Aku takkan mencarimu lagi.

Hahahahahah..
Itu hanya mauku. tak sedetikpun aku tak mencari. Merindukan hadirmu. Mungkin tidak bagimu.. Tapi aku akan selalu begini. Entah sampai kapan . Aku pun tak tahu. Maksudku aku tak ingin tahu. Lebih tepatnya aku tak peduli ingin tahu.

Namun aku harus pergi sekarang. Malam telah menghapus bayangmu. Akupun beranjak meninggalkan mantan peraduan kita. Berjalan kembali tanpa ada daya.
Malampun semakin menenggelamkan setiap bayang yg ada. Pada saat itulah, terlihat bayang yang mampu melebihi gelapnya malam. Bayang itu berputar - putar sebelum akhirnya berhenti ditempat peraduan itu.

Kuberjalan..dan kudapati sinar terang yang menghempasku. Tak mengahangatkan seperti sinarmu. Kurasa pagi telah membawaku pergi meninggalkan bayanganmu. Jangan khawatir cintaku .. malam akan segera datang. Dan hanya aku dan malam yang tahu bagaimana mencintaimu dalam diam dan sepi.

Jumat, 06 April 2012

Coklat



Coklat, manis, gelap dan lembut. Begitu banyak hal yang bisa kugambarkan dari sebuah coklat. Seperti sebuah kehidupan dengan segenap ceritanya. Kehidupan tak pernah selalu berakhir seperti coklat yang aku makan malam ini, begitu cepat dan menagihkan. Tapi tetap saja, kehidupan itu manis. Sama seperti coklat. Coklat pertama membawaku kesebuah tempat yang amat ku kenal, tempat yang penuh dengan cerita kehidupan, cerita tentangmu, tentang mereka, dan Dia yang menjalankan semuanya.

Semua begitu cepat berlalu, kini aku sendiri dan menikmati sekotak coklat dan sepenggal penyesalan. Larut dalam kesendirian tanpa kehidupan, tanpa kamu, tanpa mereka, dan tanpa Dia. Namun aku masih memiliki diriku sebagai pendamping, diriku yang selalu ada kapanpu, dimanapun, pada kondisi apapun. Diriku sudah seperti coklat ini saja.

Masih ingat betul harum nafasmu, lembut belaimu, dan kecupan manismu, semakin aku memikirkanmu, semakin kau tampak seperti coklat. Dapat kurasakan lelehan benda kecil yang manis ini di lidahku. Tak terasa ku rasakan manis dan asin dari coklat ini. Aku tersentak , aku merasakan basah di pipiku. Apa ini air mata….. ?!. ku usapkan jariku ke kedua pipiku, dan aku merasakan ada yang aneh di pipi – pipiku, ada yang menempel dan terasa tidak nyaman. Ternyata kini lelehan coklat yang ada di jariku telah berpindah di kedua pipiku yang bercampur  dengan air yang keluar dari mataku. Sejenak aku terpejam aku bingung ingin kuusapkan seluruh coklat yang ada di hadapanku ke seluruh tubuhku, penuh, agar aku tidak dapat merasakan apapun kecuali lengket dan manis di seluruh hidupku. Seperti coklat. Coklat yang disukai setiap orang, manis yang membuat setiap orang tergila-gila padaku, coklat yang tidak pernah protes untuk dimakan, coklat yang cepat sekali tandas dan hanya menyisakan manis untuk dirasakan. Seorang manusia coklat yang menanti untuk dimakan.

Apakah iya ?!. apakah jika aku menjadi sebuah coklat, rasanya akan sama, harumnya akan sama, dan manisnya akan sama, seperti coklat yang sedang berdiam dimulutku beradu dengan air mata yang sekarang ikut memberikan rasa yang berbeda dalam coklatku. Apakah semua orang akan menyukaiku ?!.
Aku terdiam lama sekali hingga coklat ini begitu hambar di lidahku. Dan tiba- tiba manis itu kembali muncul, namun bukan lidahku yang merasakannya. Rasa manis itu keluar jauh dari dalam tubuhku, dalam sekali, hingga seluruh indraku ikut merasakan manis itu. Manis yang abadi. Bisakah aku menjadi seperti itu?!

Mataku terbuka, perlahan-lahan ku ambil telepon yang berada di samping tempatku berbaring. Dan mulai memesan sekotak coklat lagi untuk malam ini.

Rabu, 07 Maret 2012

Whispering...

Apa yg kuinginkan kadang tak sesuai dengan yg ada di pikiranku. Apa yg kurasakan kadang tak sesuai dengan kelakuanku. Apa yg kuimpikan kadang tak memiliki ruang yg mampu menampung semuanya. Apa yg kuharapkan kadang tak sesuai dengan realitas yg ada.

Aku hanya bisa menuliskan semua yg kurasakan, dengan segala emosi, kemarahan dan kekecewaan diunjung pena. Lalu membukanya kembali, saat sudah tak gundah...saat jiwa tak lagi resah...saat pikiran kembali terbuka.

Hahahahahahaha.... Tertawa, ya hanya tertawa yg kulakukan. Menertawakan dan melecehkan tulisan dan diriku sendiri dan kedua tanganku bergerak merobek, memusnahkan semua. Ya..musnah..itulah yg terjadi pada semua ungkapan emosi dan hatiku. Tak perlu selalu dalam tulisan, aku selalu memusnahkannya. Tak ada emosi berkepanjangan, segalanya hanya saat.. kemudian kosong dan akhirnya hanya tawa yg meledak dari jiwa.

Mimpiku terbang terlalu tinggi, tanpa membawaku terbang bersamanya. Anganku melesat sangat cepat didepan, meninggalkanku jauh dibelakang. Aku menunggunya datang menjemputku, namun sepertinya dia telah melupakanku. Aku kebingungan, sendiri dalam lingkaran gelap kehidupan yg mempermainkanku. Aku hanya ingin semua ini segera berakhir....

Aku hanya manusia biasa meski menyebut diriku sahabat tembok dan sepi. Sekarang aku hanya ingin keluar dari penjara para sahabatku itu. Menulis tulisan ini sendiri tanpa mereka. Menumpuk ungkapan emosi lain untuk dimusnahkan kembali.

Jumat, 17 Februari 2012

Arti Kata Maaf?????

Maaf. Bagi banyak orang maaf sekarang mungkin hanya jadi pemanis kata saja. Memaafkan dan dimaafkan, semua orang tahu memaafkan itu lebih susah daripada meminta maaf. Entah benar atau tidak selama 20 tahun berkarir di kehidupan, aku merasakan ada banyak sekali macam – macam maaf. Ada yang minta maaf tapi tetap saja mengulangi kesalahan yang sama, ada yang memaafkan tapi tetap gak mau melupakan kesalahan orang yg meminta maaf. Percaya atau tidak, untuk yg pertama tersangka paling banyak adalah lelaki dan yg kedua adalah wanita. Kepada mereka yg melakukan maaf macam yg pertama, aku yakin mereka gak punya malu. Apalagi bagi seorang lelaki pantang menarik kata – katanya sendiri, bagi para lelaki yg melakukan maaf macam pertama mereka adalah lelaki yg gak punya harga diri. Sebenarnya aku juga gak mengerti kenapa yg paling banyak melakukan maaf yg kedua adalah wanita, padahal dalam literatur manapun gak ada yg menyebutkan wanita mempunyai sifat pendendam. “Dimaafkan, tapi jangan harap untuk dilupakan.” Well, itulah semboyan yg sering kudengar dari para wanita. Apa bedanya dengan pendendam kalau begitu coba.
Itu macam – macam maaf yg sering kita temui di kehidupan kita. Sekarang mari kita definisikan sendiri arti kata maaf. Kalau menurutku, maaf itu memberi kesempatan kedua, ketiga keempat dan seterusnya kepada orang lain. Melupakan semua luka hati dan melakukannya dengan hati tulus. Itu memang sangat susah, namun apabila bisa melakukannya gak ada permusuhan, pertengkaran hanya damai yg ada. Kalau menurutmu, apa itu maaf???

Rabu, 14 September 2011

*******

Aku berlari mengarungi lautan pasir yang terhampar luas dipinggir pantai. Sore ini, adalah sore yang indah seperti biasanya. Semilir sejuk angin pantai sore membelai wajahku, membuatku terbuai untuk tidur, ditambah dengan suasana khas pantai yang mendamaikan hati. Dan akupun tenggelam dalam syahdu...
“Hei, molor terus ! Makan dulu nih, ikan bakarnya sudah siap !” sahut seorang gadis tiba-tiba.
“Aaahh...ganggu orang lagi asik aja.”
“Dasar tukang tidur!!!”
Namanya Mayang, usianya hanya selisih setahun denganku. Tak banyak yang kuketahui tentangnya, yang kutahu dia adalah seorang sahabat yang telah mengajariku arti cinta kasih, arti sebuah pengorbanan dan kehidupan. Mungkin dialah satu-satunya orang yang benar-benar mengerti aku.
***
Diatas sebuah gedung kosong, aku duduk termenung sendirian menatap birunya langit yang sangat buram bagiku. Pikiranku melayang pada kejadian beberapa minggu yang lalu, ketika eksistensimu dipertanyakan. Disini, ditempat ini kita terakhir kali bertemu...
***
“Jadi, katakanlah padaku.” Ungkap mayang tanpa basa basi
“Kau tahu kan ? Kita sudah lama hidup bersama, tapi kau tidak pernah menceritakan sedikitpun mengenai latar belakangmu.”  Jawabku terburu-buru
“Akan datang waktunya nanti. Jadi, bersabarlah.”
“Nanti ? Nanti kapan? Dari dulu jawabanmu selalu sama, tidak mengertikah kau bagaimana rasanya menjalin hubungan yang sangat dekat dengan seseorang yang tidak kau ketahui asal usulnya ? Kau ini memang benar benar.....”
“Ssssttss...” sahut Mayang tiba tiba

Kami berdua lama terdiam dan saling manatap. Lama sekali. Tidak ada suara lain di sana kecuali hembusan lembut angin. Mayang tersenyum dan berdiri dari tempat duduknya disampingku. Tanpa kata-kata, dia mengutarakan semuanya. Semua yang ingin kuketahui darinya.

“Mau kemana kau ?” tanyaku padanya
“Cuma mau menikmati hembusan angin diujung sana.” Jawabnya sambil tersenyum. Senyum termanis yang pernah kulihat darinya.

Kami kembali larut dalam diam. Inilah momen yang paling kusukai dari hubungan kami, saling terdiam, tanpa suara, tanpa kata kata. Tanpa kata-kata, kami saling mengerti satu sama lain. Tanpa kata-kata, kami saling meminta maaf. Tanpa kata-kata, kami bersenda gurau. Tanpa sepatah katapun, pikiran kami menjadi satu.

“Dalam diam aku tersadar, dalam diam aku tahu, bahwa jiwa lemah ini butuh bersandar.” Kata Mayang sambil menyandarkan kepalanya dibahuku.
Laksana diamnya karang, inilah kesendirian yang panjang, melampaui segala rasa, semenjak kau memilih jalan yang berbeda, kebekuan yang kini kurasa, hanya kamu yang bisa meluluhkannya, andai kau tahu sebanyak apa aku merindukanmu ?”balasku sambil menatapnya lembut.
“Sebanyak apakah itu ?”
“Sebanyak gerimis yang turun dari langit. Andai kau ada disini, letakkan tanganmu di dadaku hitunglah detaknya, sebanyak itulah namamu selalu kugaungkan.
“Siapa itu mas?” sahut seorang gadis lain tiba tiba. Akupun berbalik dan melihat Annisa, teman akrabku sejak SMP melongo melihatku.
 “Mayang, sahabatku... ini.” Aku menunjuk tempat dimana Mayang berdiri tadi, yang sekarang tinggal sebuah dinding kosong.
“Mayang?” tanyaku melihat-lihat sekeliling. Mayang tidak ada di atap gedung itu. Kemana dia pergi?
“Tidak ada siapapun disini kecuali kita berdua mas. Ayo, turunlah ke bawah. Ayahmu punya seseorang yang mau bertemu denganmu.” sahut Annisa dengan nada cemas.
“Tidak. Aku mau berada disini. Tinggalkan aku sendirian, Ann!”
Perlahan-lahan, Annisa mundur dan turun ke lantai bawah.
***
Aku berbaring tak fokus. Tubuhku belum bergerak seharian. Pandanganku kosong, sehampa jiwaku yang telah terkikis dari harapan. Pikiranku dipenuhi dengan kata-kata tak berarti. Tapi semuanya adalah miliknya. Tidak ada lagi suara gadis itu.

Annisa duduk memandangku dengan penuh ketakutan. Dia berbicara padaku tentang banyak hal, yang semuanya tidak masuk ke kepalaku sama sekali. Annisa sadar akan betapa tidak responsif temannnya ini. Sejak peristiwa “Hilangnya Mayang”, aku terus berpikir, memikirkan apa yang sebenarnya tak bisa kupikirkan.

“Sudahlah mas, sampai kapan kau mau begini terus ? Mau sampai kapan mas memikirkan teman khayalan mas itu ? Toh, dia Cuma khayalan mas belaka” sahut Annisa memecah keheningan.
Annisa benar sampai dunia kiamatpun aku terus diam dan memikirkan peristiwa itu, dia gak akan pernah kembali. Dan...teman khayalan...??? Tak pernah sedikitpun terbersit dalam pikiranku bahwa Mayang adalah khayalanku sendiri. Bagiku dia sangat nyata, bukan, dia nyata. Setidaknya dia sudah memperoleh tempat spesial dihatiku.
***
Sore itu sore yang indah seperti biasanya. Aku dan Annisa pergi berdua ke pantai tempat biasanya kami berlibur berdua. Sambil berbaring menikmati indahnya sore dan hembusan angin yang sejuk, aku merenung. Tiba tiba pikiranku melayang jauh, mengingat lagi kenanganku bersama mayang dan membayangkan diriku sendiri sedang ngobrol seru dengan mayang yang sebenarnya tidak ada itu. Aku jadi tertawa – tawa sendiri membayangkan diriku berbicara sendiri layaknya orang gila.
“Kenapa tertawa sendiri mas ? Kayak orang gila aja.” Sahut Annisa melihat keanehanku.
“Aah, tidak apa.”
Tiba tiba handphone-ku menjerit, membuat kami berdua kaget. Apalagi setelah membaca isi pesan yang baru saja aku terima itu.

“Mas, maafin aku ya. Kemunculanku (lagi-lagi) merepotkanmu saja. Terima kasih atas semuanya ya mas. Mungkin aku memang tidak ada, tapi setidaknya aku sudah memiliki tempat dihati seseorang yang tepat dan selalu menganggapku ada.” MAYANG
Sender: +628816005738
Received:
16:37:12
06-09-2011



Jumat, 26 Agustus 2011

Mau nikah aja kok repot


Ketika kesucian cinta terhalang materi, akad nikah tak lagi menjadi tolak ukur satu niatan yang mulia. Sungguh ironis pernikahan menjadi barang mewah, hanya demi menjaga fitrah cinta dan takut menodai makna-nya begitu sulit rasanya mempersunting dan menyunting orang yang kita sayangi, harga emas tak pernah turun harganya. Syukur-syukur pasangan kita mengerti dengan keadaan dan keterbatasan yang kita miliki dan mau hanya dengan se-gram emas mengikat hati dalam perbedaan. 

Lain anaknya, lain pula keinginan orang tua yang menganggap resepsi kalau tidak mewah hanya mempermalukan keluarga, tak cukup bermodal uang 5.000.000 rupiah dengan alasan harga kebutuhan pokok melonjak, belum biaya kepengurusan surat menyurat yang tidak cukup uang 200.000,- maklum negara ini masih memeluk mazhab “birokrasi kolong meja” mulai dari tingkat RT sampai kelurahan-nya saja semua berbau uang, sungguh mahal harga tanda-tangan dan stempel.
Selesai dengan aturan birokrasi kini didepan mata petugas urusan agama memasang tarif biaya penghulu dan segala tetek bengek-nya dengan sejuta dalih serta jurus pamungkas-nya “uang infak/ uang adminitrasi / upah nulis atau lain sebagainya, hanya demi “kamu sayang” lautan luas kan ku sebrangi, birokrasi kotor pun kan ku lewati. syukurlah walau membutuhkan waktu yang panjang hanya untuk mendapat selembar surat izin menikah aku rela hanya demi kamu.

Hari yang dinanti sudah didepan mata, biaya tenda, sewa gedung, cetak undangan, konsumsi, sampai uang make up yang orang tua mu pinta harus disiapkan juga. semua aku coba upayakan dan aku cari semampuku. 


Saat-saat yang mendebarkan hanya tinggal menghitung detik saja, inilah waktu yang dinanti dari dua anak manusia, ketika nafsu-nya pun menjadi satu pahala dibandingkan aku berzinah. kini halal untuk ku dan halal untuk mu juga, bibir tipis-mu kusentuh tanpa ada rasa takut berdosa, jujur semua aku lakukan karena aku malu di lihat tuhan, aku takut kita hidup bersama di dalam siksa api neraka andai aku ikuti bisikan syaitan, yah, walau ia hanya mempromosikan tiket ke syurga-nya yang sesaat. 
Jujur kamu begitu cantik, bak permaisyuri dan aku raja walau sehari saja. tetapi inilah gerbang pintu syurga yang tuhan siapkan untuk kita. di atas ranjang pelaminan dengan aroma bunga setaman dan hiasan pernak-perniknya begitu indah bukan ?? inilah waktu yang kita nanti. Sungguh tak aku dapatkan kenikmatanya karena pikiran-ku jauh menerawang karena semua biaya pernikahan ini aku peroleh dari hutang.